keatz

Thursday, May 11, 2006

Belang Harimau


Ada pepatah jadul. Begitu jadul-nya hingga generasi sekarang ogah memakainya sebagai bagian dari olah kata dan bicara. Harimau mati meninggalkan belang, Gajah mati meninggalkan gading…Nah, siapa pun penciptanya, dia adalah copywriter hebat!!!

Di berbagai media, ramai dibahas tentang Soeharto. Presiden kedua Republik ini ramai dibicarakan karena kondisi kesehatannya. Sungguh luar biasa….orang sakit aja bisa jadi komoditas politik dan makanan empuk bagi media. Kayak lebaran aja, persoalannya banyak diulas hanya masalah maaf dan tiada maaf saja.

Kita sebenarnya udah capek dengan berbagai persoalan bangsa yang sampai saat ini masih seperti anjing yang baru bisa menggonggong. Sementara segelintir orang yang merasa berhak untuk mengatur negara tidak pernah merasa bosan untuk mengakui bahwa mereka begitu sombong dan sebenarnya bodoh.

Coba kita lihat di “headline” berbagai media tentang Soeharto. Kalau mau dibisniskan akan menjadi berpuluh-puluh halaman dan berjam-jam durasi siaran. Mereka pasti akan ngomongin yang udah-udah, kilas balik 50 tahun yang lalu dan akhirnya bisa jadi menggiring opini masyarakat untuk menetapkan apakah Soeharto salah atau benar.

Bahkan, ada yang lucu. Di salah satu situs berita paling laku, disebutkan bahwa Soeharto harus minta maaf ke umat Islam supaya dosanya gugur. Sekali lagi menunjukkan bahwa mayoritas umat Islam di negara kita ini begitu bodohnya hingga kalau merasa bergelar pemuka agama boleh dan sah-sah aja memberi komentar serampangan. Coba deh!!! Siapa sih yang paling berhak menentukan dan paling tahu kapan dosa seseorang gugur atau nggak…

Emang sih, sejarah dan kekuasaan bisa jadi jalan seiring. Bias-bias sejarah pasti ada dan gak seratus persen orang percaya. Apa benar Gajah Mada menaklukkan Nusantara?...Lho kan udah tertulis sejarah, bahkan ada prasastinya. Sejak SD pun kita selalu menghapal…Tapi boleh nggak kita menyangsikannya…Jangan-jangan hanya tukang pahat batu yang iseng!

Nah, kalau pun peranan media sangat besar dalam menentukan sejarah seseorang yang akan dibaca generasi mendatang, jawabannya pasti hanya hitam-putih yaitu seseorang bisa mendapatkan citra yang bagus atau sebaliknya. Tergantung kesepakatan yang berlaku saat itu. Semua itu tidaklah mutlak. Pasti tidak 100%. Kalau ternyata seseorang disepakati mendapatkan “good image” hingga akhir hayatnya, pastilah ada setitik “bad image” yang selalu siap mengancam. Tergantung seberapa kuat “image” itu bertahan dan seberapa kuat tingkat kesepakatan tersebut.

Sederhana saja kalau kita kembali ke adi karya copywriting seperti pepatah lama di atas. Kalau seseorang mati, masyarakat tinggal memilih apakah membicarakan kejelekannya atau sebaliknya. Semua itu tergantung seberapa banyak dia menebar kejelekan atau sebaliknya. Seberapa kuatnya peranan media mengubah sejarah, lambat laun akan kita sadari bahwa kita tidak bisa menghindar dengan hukum alam bahwa Harimau Mati Meninggalkan Belang, Manusia Mati Meninggalkan Nama. Mau yang mana? Nama baik atau jelek…

0 Comments:

Post a Comment

<< Home